Rege nerasi memang dibutuhan disetiap lini kehidupan. Tidak harus di organisasi, keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan tuhan, pasti ditunt...
Regenerasi memang dibutuhan disetiap lini kehidupan. Tidak harus di organisasi, keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan tuhan, pasti dituntut atau bahkan membutuhkan generasi penerus untuk melanjutkan amanah di dunia ini. Amanah untuk menjadi khilafah (pemimpin) di dunia yang telah diberikan kepada manusia oleh sang khaliq. (Lihat Q.S Al-Bawarah:30).
Dari segi kepemimpinan, untuk melanjutkan estafet amanah -di organisasi khususnya- sangat diperlukan alur kader yang benar dan terstruktur agar dapat secara konsisten dan tetap berafiliasi kepada ideologi dan visi original suatu organisasi. Lebih dari itu, menurut Hendro Al-Sundawi, seorang Hypnovator mengemukakan bahwa, tugas dari seorang pemimpin itu “ke bawah menyeimbangkan, ke samping menjawab pertanyaan dan ke atas mempertanggungjawabkan”. Artinya, disini ada kaitannya dengan pengkaderan, yaitu dibagian ke bawah menyeimbangkan. Kata ini memang sangat luas dan multitafsir, namun kita mengambil satu substansi yaitu bagaimana seorang pemimpin itu menyeimbangkan anggota-anggotanya agar tetap konsisten dan mempertahankan kader. Karena, pada umumnya, kader -anggota dari suatu organisasi- mempunyai daya royalitas yang berbeda, yang harus di seimbangkan disini adalah kader yang memiliki sedikit royalitasnya.
Untuk itu, penulis tertarik dengan mengamati alur yang tercipta secara natural di ranah kaderisasi suatu organisasi dakwah kampus. Setidaknya ada tiga tahapan yang terjadi pada setiap lini dan itu terjadi secara alami, without coercion, without engineering. Tahapan pertama ialah kader ditahun pertama yang masuk dalam organisasi dakwah yang secara pemahaman ia sudah tau esensi dan pola-pola yang diusung oleh organisasi ini. Lebih gamblang bisa kita sebut sebagai anggota Rohis dulunya. Direkrut atau tidak, terjamah atau terabaikan, ia tetap akan bergabung dan menggabungkan diri ke dalam organisasi tersebut. Itu terjadi di tahun pertama saat ia memasuki dunia perkuliahan.
Tahap kedua, yakni ditahun kedua perkuliahan. Kader yang sudah paham dan bahkan secara radikal sudah mengenal lebih jauh seluk beluk tekstur dari organisasi itu mayoritas merasakan kebosanan, kejenuhan atau bahkan ada pikiran untuk keluar. Hal ini ditenggarai dengan adanya niat untuk merasakan hal yang baru atau juga ingin mencoba berdakwah dengan segi lain. Namun, saat sebagian kader yang keluar tadi, akan digantikan oleh sebagian lagi kader yang ditahun pertama masih bersifat dan bersikap sebagai simpatisan. Mereka awalnya ragu-ragu, felling doubtful terhadap gerakan itu, namun dengan berbagai alasan dan beberapa faktor mereka bergabung ke organisasi dakwah.
Selanjutnya, ditahun ketiga perkuliahan. Kader yang paham tadi menentukan dua sikap, sikap yang pertama akan kembali lagi ke lingkaran dakwah kampus yang setahun lalu ia tinggalkan. Sikap yang kedua, ia akan senantiasa keluar dari gerakan terebut. Selanjutnya, bagaimana dengan kader yang baru bergabung di tahun kedua ? Ia juga akan menunjukkan dua sikap, pertama tetap bertahan dan tambah konsisten terhadap dakwah kampus, dan yang kedua akan kembali keluar, dengan multireason. Ditahun ketiga inilah, berapapun dan siapapun kader yang bertahan, akan tetap melanjutkan gerakan ini sampai tahun keempat.
Inilah kiranya gambaran rotasi kader yang ada di gerakan dakwah kampus. Konsep ini dilakukan dengan tahapan observasi dan wawancara yang dilakukan demi mendapatkan informasi. Kesimpulannya adalah, akan selalu terjadi rotasi dan tidak akan ada kekosongan. Bener kiranya dengan apa yang disampaikan Imam Hasan Al-Bana”tidak ada dakwah yang ganda”. Penulis berasumsi bahwa ini adalah sunnahtulloh, yang terjadi karena seleksi alam. Pertanyaannya, apakah salah satu penyebab faktor yang demikian ini juga ada kekurangan dari segi pengkaderannya ? Jawabnya ia. Ia karena manusia itu tempatnya salah dan khilaf. Namun, kiranya, ada hal yang harus di improvisasi. Penulis di atas telah menyinggung tentang kader yang merasa jenuh atau bahkan bosan. Entah itu bosan karena sistem yang statis, atau bahkan jenuh karena pola yang begitu kaku. Hal ini menjadi alasan utama kenapa bebebrapa kader ada yang keluar.
Untuk kondisi intern yang kaku dan statis ini, penulis memberikan saran terhadap petinggi dan pejabat yang mengatur pola ini untuk lebih melihat interst dan passion dari para anggotanya. Era sekarang, mereka-anggota- lebih berafiliasi terhadap hal yang bersifat mengembangkan skill dan juga kegiatan yang bring up talent. Mereka juga berkaca kepada senior yang telah lama bergerak di bidang ini, mayoritas dari mereka tamat dengan ketidakpastian keterampilan. Kalau penulis bisa menuliskan sama dengan film yang dibintangi Jackie Chan “Who am I”
Untuk itu, perlu kiranya revitalisasi di pola kaderisasi bidang dakwah ini, karena hal ini juga menjaga daya royalitas kader. Memang benar, tidak mudah untuk merubah sistem itu, atau juga kalau merubah pola dakwah ini, maka akan merubah ideologi dan memberikan kecacatan terhadap gerakan ini. Iya, itu juga benar, namun setidaknya itulah yang dirasakan kader ANDA sekarang.
Wallahu’alam.
Penulis adalah seorang mahasiswa aktif di IAIN Raden Fatah Palembang dan saat tulisan ini dibuat, penulis sedang gamang untuk memikirkan konsepan OSPEK yang ada di jurusan. Salah satu untuk merefresh pikiran, penulis berkeinginan untuk menulis.

COMMENTS