Golput, HARAM atau tidak ? Oleh: Mahir Pratama mahasiswa Jurnalistik Kita sekarang sudah memasuki tahun 2014. Itu tandanya kita telah memasu...
Golput, HARAM atau tidak ?
Oleh:
Mahir Pratama mahasiswa Jurnalistik
Kita sekarang sudah memasuki tahun 2014. Itu tandanya kita telah memasuki tahun politik. Tahun dimana masyarakat memilih wakil-wakilnya di tingkat daerah kabupaten, provinsi dan juga di pusat. Tidak kalah ketinggalan juga, masyarakat nantinya akan di suguhkan oleh pemilihan wakil negara ini, yaitu presiden dan wakil presiden. Sungguh pesta demokrasi yang sangat akbar. Namun dibalik perhelatan itu, ada sebuah masalah yang menjadi polemik yang timbul akibat adanya sistem demokrasi ini. Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2009 menunjukkan bahwa angka masyarakat yang tidak memilih atau golongan putih (golput) mencapai 29,006 % dan dari hasil ini golput menjadi suara terbanyak.
Tentunya hal ini menjadi persoalan, karena disamping banyaknya masyarakat yang tidak ikut berpartisipasi dalam menentukan pemimpin negeri ini, tentunya juga ini menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dalam hal ini sebagai lembaga penyelenggara Pemilu. Hal ini diperparah dengan meningkatnya angka masyarakat yang tidak memilih setiap tahunnya, ini dibuktikan dengan pemilihan umum tingkat daerah, baik kabupaten maupun provinsi.
Banyak pihak yang menganggap, tingginya angka golput saat ini disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpinnya. Dan ini tentunya berdampak untuk pemilihan di periode selanjutnya, dimana masyarakat menjadi cenderung apatis dan malas untuk memilih pemimpin selanjutnya. Mayoritas masyarakat berasumsi bahwa pemimpin selanjutnya tidak jauh bedanya dengan pemimpin sebelumya, yakni hanya mementingkan kepentingan sendiri dan golongan dan terkesan tidak memperdulikan masyarakat yang pada hakikatnya telah menjadi tanggung jawabnya baik secara moral maupun konstitusi.
Terus, untuk golput sendiri, tentunya Islam mempunyai pandangan sendiri tentang persoalan ini. Untuk ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa golput itu haram. Dari Hadits Rasullullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, beliau megatakan bahwa “Apabila tiga orang pergi melakukan suatu perjalanan, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang dari dari mereka menjadi pemimpin” (H.R Abu Dawud dengan Isnad Shahih). Hadits tersebut menyatakan bahwa jika ada tiga orang saja dalam melakukan perjalanan, maka harus seorang pemimpin dari mereka, apalagi itu untuk jutaan masyarakat Indonesia yang tentu saja sangat membutuhkan seorang pemimpin. Jadi, dari hadits tersebut, mengangkat dan memilih seorang pemimipin hukumnya wajib.
Selanjutnya, golput atau tidak memilih seorang pemimpin itu berarti tidak mentaati pemimpin, karena pemimpin menyuruh dan menganjurkan kita untuk memilih. Tidak mentaati pemimpin berarti tidak mentaati Alloh dan Rasul-nya. Kenapa demikian ? karena hal ini diperkuat dengan hadits Rasullullah Saw “Barang siapa mentaatiku, sesungguhnya dia telah mentaati Alloh dan barang siapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Alloh. Barangsiapa yang mentaati seorang pemimpin, sungguh dia telah mentaatiku, dan barang siapa saja bermaksiat kepada seorang pemimpin, maka dia telah bermaksiat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari No 2737 dan Muslim No. 3417).
Disini tentunya sangat jelas, bahwa dalam memtaati pemimpin hukumnya sama dengan mentaati Rasul. Namun, jika pemimpin itu zhalim, maka urusannya adalah dengan Alloh, karena ia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya kepada Allah.
Kemudian dalam bursa pencalonan calon anggota legislatif nantinya dan juga presiden, tidak semua pemimpin itu yang beragama Islam. Dapat kita bayangkan jika semua umat Islam melakukan golput atau tidak memilih, bisa diprediksi bahwa pemimpin kita nantinya bisa jadi orang non-muslim. Hal ini sudah terjadi, dimana pemimpin salah satu provinsi di negeri ini pemimpinnya non-muslim, dan yang sangat memprihatinkan adalah yang dipimpinnya mayoritas umat Islam. Jika hal ini terjadi, otomatis kita akan dipimpin oleh orang non muslim dan secara tidak langsung kita telah mengangkat mereka menjadi pemimpin kita. Menjadikan orang non muslim sebagai pemimpin hukumnya adalah haram. Sebagaimana firman Alloh dalam Q.S Al-Maidah ayat 51 yang intinya Alloh melarang kita mengangkat pemimpin dari kaum Yahudi dan Nasrani, jika itu terjadi kita akan di golongkan menjadi kaum mereka. Nau’zubillah.
Untuk itu, kedepannya, mari sebagai masyarakat yang mentaati Rasul, kita sama-sama memilih pemimpin yang terbaik dari yang terbaik untuk memimpin negeri ini.


COMMENTS