Awalya saya tidak mau menulis ini, tapi setelah berfikir 1x24 jam (kayak pos satpam) saya kira perlu diceritakan, walaupun saya tidak bisa...
Awalya saya tidak mau menulis ini, tapi setelah berfikir 1x24 jam (kayak pos satpam) saya kira perlu diceritakan, walaupun saya tidak bisa menggambarkan cerita ini persis dengan apa yang ingin saya ceritakan. Ini bermula ketika saya masih bayi, oh tidak maksudnya saat halal bi halal pada tahun sekian sekian sekian yang diadakan oleh suatu organisasi sebut saja X.
![]() |
| Syawal yang kita abaikan |
Tapi bukan itu yang ingin saya utarakan, atau baratkan, atau bahkan timurka. Bukan. Bukan itu. Saya akan mengselatankan cerita yang saya ceritakan saat jadi MC. Jadi, setelah cuap-cuap, baik dari ketua pelaksana, maupun ketua umum organisasi X itu, saya dapat ilham (walaupun ilham masih di kampung). Terbesit, saya ingat sesuatu. Sesuatu yang ada dibenakku sesuatu yang ada dibenakmu....(plis, ini ga lucu). Cerita saat saya pulang mudik beberapa hari yang lalu.
Jadi ceritanya begini. Pada zaman
daholu (baca logat Melayu, korban film anak-anak), saya kembali dipertemukan
oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kedua sobat saya kecil dulu. Odon dan Awal.
Kami bertiga bagaikan bumi, bulan dan matahari, saling memberi dan mendampingi.
Atau sering juga orang-orang kampung saya bilang kalau kami laksana baut, mur
dan obeng, saling membantu dan menguatkan. Ahh,.,.analoginya ga nyambung. Yang jelas
intinya kami bertiga sekawan yang sudah lama, mulai dari ziqot dulu. Tapi beda
rahim, nah lo....
Ceritanya bermula di awal-awal
lebaran, di hamparan pasir Komering sungai yang kering. Sambil memandangi
bocah-bocah yang bermain sepak bola, awal memulai pembicaraan.
“Saya sebenarnya sedih don, hir”
“Kenapa, ada masalah ?” tanyaku
penuh iba.
“Ahh...paling-paling diputusin
pacarnya” ujar si odon.
“Sotoi kamu don, kan si awal ga
pernah pacaran, iyakan wal ? ujarku sambil melihat muka awal yang sedih.
“Saya sedih don, hir. Sedih
dengan kehadiranku. Saat aku datang, semua orang bergembira, bersuka cita” awal
mulai bercerita.
“Lah bagus dong, kan semua orang
senang dengan kehadiranmu, lantas, masalhanya dimana ? ” Odon mulai dengan nada
yang serius.
“Saya juga iri sama kamu don.
Saat kamu datang, bahkan sebelum datang, orang-orang mempersiapkan diri. Ketika
kamu datang, orang-orang meningkat ibadahnya. Tilawahnya jadi rajin. Sedekahnya
lancar. Ahhh, pokoknya mereka bagus saat kamu ada don” keluh si Awal.
“Tapi saat aku hadir, mereka
bergembira. Seolah-olah bergembira karna aku akan menjadi pelampiasan.
Pelampiasan mereka selama satu bulan. Mereka banyak yang mulai lagi menuruti
hawa nafsunya. Menjadikan kehadiranku sebagai tempat untuk mengumbar dosa. Bagaimana
aku tak iri coba, hir ?” Awal meminta tanggapanku.
“Iya, iya wal” aku hanya bisa
bilang sesingkat itu, karna aku merasa baru dicambuk dengan kata-kata Awal,
sobatku.
“Aku ingin seperti dirimu Don,
setiap kehadiranmu disambut dengan persiapan ibadah, dan selama satu bulan
engkau mereka perlakukan kau layaknya tamu agung. Meningkatkan ibadah, intinya
itu. Tapi yang terjadi dengan diriku, dan kawan-kawan kita yang sepuluh lagi,
mereka hampir sama denganku, tapi aku yang lebih menderita. Aku dijadikan bulan
pelampiasan. Kemana amalan-amalan mereka selama ini, hampir tak berbekas Don”
air mata Awal mulai keluar.
Odon hanya diam. Begitu pun aku.
“Aku malu dengan Tuhan kita, apa
yang harus saya banggakan nanti, ha !!!!”
Nada bicara Awal mulai meninggi. Mungkin
kesal karna kami hanya mendengar, tak berani menanggapi. Lalu Odon mendekati
Awal. Memegang kedua tangannya.
“Tatap wajahku, sobat”
Mereka bertatapan. Aku hanya jadi
penengah diantara dua wajah yang bertatapan itu.
“Wal” Odon memulai
pembicaraannya.
“Kamu harus tetap bersyukur,
karna kamu sadar tidak ? Kehadiranmu juga dinantikan orang lain. “
“Untuk apa ? untuk maksiat ?
jawab Awal ketus.
“Bukan, mereka menantikan
kehadiranmu untuk Menikah” bisik Odon.
“Banyak orang yang menikah saat
kamu hadir, sadar tidak ? Mereka menunaikan sunah Rasul dengan menjalinnya di
bulan yang penuh kebahagiaan, tepatnya saat kamu hadir” lanjut Odon dengan nada
rendah dengan maksud menenangkan sobatnya itu.
*kembali ke acara halal bi halal
Nah...Seperti itulah ceritanya kawan-kawan.
Sekarang ada yang merasa mendhalimi sobat saya itu , si Awal ? tanyaku di
peserta Halal bi halal. Berbagai ekspresi saya temui. Ada yang diam, ada yang
senyum, bahkan ada yang mengangguk takzim. Ahh, bagaimana dengan diriku dan
kawan-kawan pembaca semuanya. Apakah kita sudah zhalim sama Awal ? si bulan
Syawal ? Hati kita yang tau jawabanya.
Wallahu’alam. (mahir
pratama/@mahir_12)

COMMENTS